Tuesday, April 10, 2007

NTT (bagian 2)

(Read English Version)

GAMBARAN UMUM

Temuan Utama di bidang Gizi dan Ketahanan Pangan

Lebih dari 85% KK mendapatkan bahan pangan dari hasil pertanian mereka (jagung, singkong, dan sayuran hijau) dan dari pasar. Pasar menjadi sumber utama untuk makanan, terutama pada periode krisis makanan. Sekitar 48% pendapatan masyarakat dialokasikan untuk makanan. Makanan utama yang dibeli di pasar adalah beras, sayur, dan ikan. Namun, dengan keterbatasan pendapatan, makanan yang dibeli nyaris selalu itu-itu saja.

Terbatasnya produksi pangan dan pendapatan masyarakat merupakan kendala utama untuk akses pada makanan. Sebagai contoh, di Alor, rata-rata asupan nutrisi adalah 1,540 kcal, nilai ini masih lebih rendah daripada standar nasional yang 2,058 kcal. Makanan pokok yang dikonsumsi di daerah-daerah yang di ases adalah jagung dan nasi. Selain makakan pokok, beberapa jenis sayuran seperti daun singkong dan daun pepaya juga dikonsumsi teratur. Makanan lainnya hanya dikonsumsi ketika persediaan memadai, seperti sayuran (kentang, labu hijau, terung) atau buah (pisang, pepayam kelapa). Tingkat konsumsi yang rendah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro. Dengan pendapatan rendah dan pengetahuan tentang nutrisi yang juga rendah, hanya sejumlah kecil keluarga yang mengkonsumsi daging, telur, kacang polong, atau produk-produk susu.

Masa krisis pangan dipahami warga sebagai masa dimana persediaan jagung di tingkat keluarga menurun secara drastis. Masa krisis ini biasanya terjadi pada Agustus sampai Maret. Beberapa upaya dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan pada masa ini. Tidak ditemukan penelitian terbaru terkait dengan status gizi provinsi ini. Namun, hasil analisa data sekunder, kecenderungan malnutrisi sangat tinggi dan status gizi dalam kondisi kritis. Keadaan ini akan makin parah jika terjadi serangan penyakit yang berasal dari air, atau menurunnya produksi pangan karena faktor yang tidak mendukung (kekeringan, hama, dll).

Departemen Kesehatan mengumpulkan data berat/umur melalui puskesmas/posyandu. Untuk NTT, dilaporkan 39% dengan berat badan dibawah stdandar dengan 107 000 kasus (dengan keparahan sedang dan tinggi) untuk tahun 2006. Enam belas kabupaten di NTT memiliki kasus malnutrisi, dengan kabupaten TTS berada di urutan teratas.

Di tingkat rumah tangga, beberapa faktor terkait kemiskinan, telah meningkatkan reskiko malnutrisi:
Pendapatan rendah : kurang dari Rp 200,000 per bulan
Sumber pendapatan tidak teratur : sangat bergantung pada hasil panen (panen sekali setahun dan sangat dipengaruhi iklim)
Hewan ternak tidak digunakan untuk bahan makanan, namun digunakan untuk upacara adat, Pola makan tidak sehat : kacang polong tidak populer untuk dikonsumsi,
Kurangnya perhatian ibu pada anaknya, kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dan makanan,
Fasilitas kebersihan tidak memadai,
Air yang tersedia berkualitas rendah /digunakan untuk memasak dan mandi
Kurangnya pengetahuan tentang irigasi,
Tingkat pendidikan rendah
Faktor-faktor diatas kini ditambah dengan issu tambahan:
Naiknya harga beras : karena faktor eksternal, harga beras meningkat 30% pada tahun 2006.
El Nino di akhir 2006 memberi efek sangat besar pada bidang pertanian. Masa tanam tertunda karena curah hujan rendah di awal 2007 membuat petani mengkhawtirkan terjadinya gagal panen di 2007.

AKSES AIR BERSIH
REKOMENDASI
GAMBAR

Penulis : Departemen FoodSec dan Watsan
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh