Monday, April 9, 2007

NTT (bagian 1)

(Read English Version)


Departemen Water and Sanitation dan Food Security ACF mengadakan asesmen di Nusa Tenggara Timur pada bulan Januari-Februati 2007. Hasil asessmen tersebut ditampilkan dalam bentuk Ringkasan Eksekutif berikut.

Gambaran Umum Wilayah.
Jumlah penduduk di TTS 420,798 orang atau 98,202 KK; sementara populasi di Alor berjumlah 174,608 orang atau 39,228 KK. Kepadatan penduduk cukup rendah di kedua wilayah, yaitu 102 orang/km2 di TTS dan 60 orang/km2 di Alor.

Ada banyak suku yang mendiami wilayah NTT, dan setiap suku memiliki bahasa dan kebudayaannya masing-masing sebagian besar penduduk TTS dan Alor memeluk agama Kristen. Pemuka agama merupakan tokoh yang cukup memegang peran di masyarakat, selain juga pemerintah lokal. Intrik antar pemuka agama dapat menyebabkan gangguan pada keharmonisan masyarakat dan menghalangi pergerakan masyarakat.

Topografi wilayah yang di ases ditandai dengan tebing terjal dan garis pantai yang pendek. Sekitar 30% dari seluruh area berada pada kemiringan lebih dari 400. Keadaan ini menghalangi proses pertanian, pengembangan ekonomi, dan akses secara umum. Daerah NTT sangat rawan bencana alam, seperti:

  • Kekeringan
  • Tanah Longsor, angin kencang, banjir, dan banjir bandang
  • Gempa Bumi (terjadi di Alor pada )
  • Serangan hama
Secara umum, keadaan fisik jalan raya di TTS dan Alor jauh dibawah standar nasional, yang diperkirakan disebabkan minimnya investasi untuk infrastruktur publik dan keadaaan topografi daerah yang berbukit, rawan tanah longsor jika hujan. Jalan biasanya dibuat menuruni bukit, dimana di sepanjangnya terbangun pedesaan dan pemukiman.

Di TTS, sebagian besar jalan sudah diaspal, dan meski dalam kondisi perawatan minimal, jalan-jalan ini dapat digunakan sepanjang tahun. Meski demikian, tim asesmen mengidentifikasi beberapa desa yang tidak dapat diakses dengan mobil. Biaya transportasi tergolong tinggi, jika menggunakan standar lokal, namun masih terjangkau.

Di Alor, selain satu atau dua jalan yang menghubungkan Kalabahi dan kota utama lainnya, keadaan jalan sangat buruk. Sebagian besar jalan belum diaspal dan hanya dibuat dari tanah liat, sangat licin, sehingga menyulitkan warga melaluinya jika hujan turun. Bagian Selatan wilayah ini sama sekali tidak dapat diakses dengan mobil, hanya kapal yang dapat digunakan untuk mengakses desa yang berlokasi tepat di pesisir. Sementara desa di dataran tinggi hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki melewati medan yang sulit dari pesisir. Biaya transportasi sangat tinggi.

Di TTS, desa-desa yang dikunjungi sudah mendapat aliran listrik meski hanya pada malam hari. Di Alor, sebagian besar desa yang dikunjungi tidak mendapat suplai listrik, kecuali ibukota kabupaten. Di sisi lain sejumlah desa sudah mendapatkan panel surya yang dibagikan oleh LSM Lokal pada tahun 2004. Distribusi ini memberikan dampak yang positif.

Setiap desa memiliki setidaknya satu sekolah dasar, meski jumlah ini masih harus diimbangi dengan kualitas yang memadai. Sebaliknya, sekolah untuk tingkat yang lebih tinggi sangat terbatas jumlahnya di pedesaan. Sekolah-sekolah ini dapat ditemukan di ibukota kecamatan. Dengan demikian, akses pendidikan terhalang oleh pendapatan keluarga dan jarak.

Pasar tradisional biasanya digunakan oleh warga di 2 sampai 4 desa. Sejumlah kios dan warung juga menjual bahan kebutuhan dasar dan membeli hasil pertanian warga.

Umunmya, kendala utama yang menghambat perkembangan pasar di Alor dan TTS adalah terbatasnya jumlah penjual dan pembeli, daya beli yang rendah (karena penghasilan rendah), dan kendala topografi. Terbatasnya jaringan penjualan juga menyebabkan upaya promosi produk pertanian atau kerajinan terhambat.

GIZI DAN KETAHANAN PANGAN
AIR BERSIH
REKOMENDASI
GAMBAR

Penulis : FoodSec and Watsan Departmen
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh