Monday, May 21, 2007

Wilayah Resiko DBD

(Read English Version)

Penyakit Endemis DBD merupakan salah satu bencana disamping bencana-bencana lain yang menimpa masyarakat Indonesia. Beberapa hari yang lalu Jakarta kembali berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa). Beberapa daerah di Indonesia juga sedang menghadapi ancaman penyakit ini. KLB diindikasikan dengan peningkatan jumlah kasus di suatu wilayah 2 kali atau lebih dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan waktu kasus sebelumnya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus ini, namun dapat digolongkan ke dalam dua yaitu: faktor manusia dan faktor lingkungan. Dari kedua faktor diatas, identifikasi wilayah resiko penyakit DBD dapat dilakukan. Dengan mengidentifikasi wilayah resiko, maka penanganan penyakit ini dapat dilakukan lebih optimal.

Ketiadaan Peta Rawan Penyakit DBD
Kegiatan pengamatan Penyakit DBD yang dilakukan instansi terkait, sebenarnya telah dilakukan dengan baik dan terencana, namun salah satu tujuan pengamatan penyakit DBD yaitu menentukan wilayah yang rawan penyakit DBD, belum dilakukan dengan semestinya. Dalam menentukan wilayah rawan tersebut, terdapat penggolongan Desa/Kelurahan rawan penyakit DBD berdasar kasus/ terjangkitnya penyakit DBD:

  • Rawan I (endemis): Desa/Kelurahan yang dalam 3 tahun terakhir setiap tahun terjangkit penyakit DBD.
  • Rawan II (sporadis): dalam 3 tahun terakhir terjangkit namun tidak setiap tahun.
  • Rawan III (potensial): tidak terjangkit dalam 3 tahun terakhir, namun penduduknya padat dan mempunyai hubungan transportasi baik dengan wilayah lain.
  • Daerah Bebas: jika tidak terjangkit dan ketinggian lebih dari 1000 m dari permukaan laut
(Sumber: Ditjen P2M dan PLP, Depkes RI, 1992b).

Peta wilayah rawan dengan data 3 tahun terakhir dapat digunakan untuk jangka panjang, sehingga bermanfaat untuk perencanaan terkait dengan penanganan penyakit tersebut. Lain halnya jika berdasarkan data harian atau mingguan seperti angka bebas jentik yang diukur dalam waktu harian atau mingguan, pemetaan semacam ini lebih bersifat monitoring dan dapat dilakukan prediksi.

Pemetaan Resiko Bahaya Penyakit DBD
Pemetaan Resiko bahaya penyakit DBD diperkirakan akan lebih mengena daripada pemetaan rawan DBD. Hal ini dikarenakan pemetaan ini tidak hanya menggunakan satu faktor saja, yaitu berdasarkan kasus/terjangkitnya penyakit namun juga dimasukkan faktor kerentanan yang dapat diambil dari segi lingkungan. Sebenarnya ada banyak faktor dari segi lingkungan namun kita dapat mengambil satu yang paling berpengaruh yaitu kualitas permukiman. Kualitas permukiman dapat mencerminkan tingkat sosial ekonomi masyarakat dimana tingkat sosial ekonomi yang rendah mengindikasikan kelemahan masyarakat dalam menghadapi penyakit DBD. Selain itu kualitas permukiman juga mencerminkan kualitas lingkungan yang berpengaruh terhadap penyebaran penyakit DBD.

Studi Kasus
Pemetaan resiko bermacam bahaya lingkungan (Banjir, Kebakaran, Penyakit DBD) pernah kami lakukan di 3 Kelurahan yaitu: Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara – Jakarta Timur dan Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara bersama volunteer dari masyarakat setempat. Kegiatan ini didanai oleh ECHO (Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Uni Eropa) bekerjasama dengan Action Contre la Faim, sebuah lembaga kemanusiaan Internasional berpusat di Paris. Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan Juli 2006 sampai Maret 2007 serta hasilnya telah dipresentasikan di Bapeda Propinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur.

Pemetaan resiko ini menggunakan 2 parameter yaitu jumlah kasus/terjangkitnya penyakit DBD dan kualitas permukiman. Dengan menggunakan GIS dan interpretasi citra satelit untuk pemodelan serta analisisnya serta pengharkatan/skoring untuk analisis datanya maka diperoleh peta resiko bahaya penyakit DBD di 3 Kelurahan secara terpisah.

Hasil studi memperlihatkan bahwa prosentase luas wilayah resiko bahaya penyakit DBD di ketiga Kelurahan tersebut tergolong menengah (58 – 68 %). Jumlah penduduk yang tercakup kedalam wilayah resiko bahaya Penyakit DBD tingkat menengah di Kampung Melayu sebesar 6.611 Jiwa atau 29 % dari total penduduk, tersebar di 51 RT dari 112 RT yang ada. Sedangkan Cipinang Besar Utara 13.883 Jiwa atau 35 %, tersebar di 10 RW dari 14 RW yang ada. Kelurahan Penjaringan 33.604 Jiwa atau 60 %, tersebar di 10 RW dari 17 RW yang ada.



Dengan mengetahui wilayah RT / RW mana yang beresiko maka instansi terkait maupun masyakat setempat dapat melakukan pencegahan dan penanganan penyakit DBD seperti kegiatan pengasapan, kebersihan lingkungan warga, dan penyuluhan lebih terfokus pada wilayah yang beresiko.

Penulis : Eka Rianta
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Monday, May 14, 2007

Roadshow SDI Nurul Yaqin

(Read English Version)

Anak-anak perlu mendapat perhatian dan perlindungan dari kemungkinan bencana, terutama banjir. Di usia muda, pemahaman dan penyadaran akan lebih mudah diberikan jika dilakukan sambil bermain atau pendekatan non formal lainnya. RW 04 Cipinang Besar Utara, dimana SDI Nurul Yaqin berlokasi, adalah daerah yang rawan banjir. Pada saat terjadi banjir Februari tahun 2007 yang lalu SD ini harus menghentikan kegiatan belajarnya kurang lebih tiga minggu. Ketinggian air yang menggenani sekolah ini sekitar 180 cm. Kondisi fisik bangunan SD ISLAM NURUL YAQIN sangat sederhana, terdiri dari tiga ruang kelas dan satu ruang kantor berada persis didepan ruang kelas. Sekolah menerima siswa-siswi yang tidak mampu dan yatim piatu serta anak-anak pindahan dari berbagai daerah.

Dari kegiatan ini diharapkan pemahaman guru-guru maupun anak-anak sekolah dasar NURUL YAQIN tentang bencana banjir meningkat, dan pesan kesiapsiagaan banjir sampai ke masyarakat. Kegiatan ini diisi dengan penayangan film tentang BANJIR, yang dibuat di Negara Vietnam. Sekitar 100 orang siswa berpartisipasi dalam acara ini. Mereka berasal dari kelas 1 sampai kelas 6.

Kegiatan ini diisi dengan pemutaran film yang dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2007 di SDI Nurul Yaqin RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU), jam 09.30 sampai jam 11.00 WIB.

Para siswa dikumpulkan dalam ruangan dan dibagi dalam 2 kelompok. Sesi pembukaan diisi dengan perkenalan dan pertanyaan pembuka tentang banjir. Setelah itu baru dilanjutkan dengan pemutaran film. Anak–anak menyimak penayangan film ini dengan baik. Setelah pemutaran film selesai, fasilitator menanyakan kembali apa yang mereka ketahui dari film tersebut. Sebagian besar siswa yang menjawab berasal dari kelas 4 – 6. Sedang siswa dari tingkatan kelas yang lebih rendah terlihat kurang dapat memahami isi film.

Di masa datang, fasilitator diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya dan memberikan berbagai metode yang variatif dan sesuai dengan target sasaran peserta.

Penulis : Martius Marzuki
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Monday, May 7, 2007

Kumpulan Berita tentang Bencana pada April 2007

(Read English Version)

Bulan April dimasuki dengan menyebarnya Demam Berdarah Dengue di Jakarta. Terhitung tanggal 4 April, jumlah pasien DBD di RS Tarakan mencapai 100 pasien per hari, di RS Pasar Rebo pasien mencapai 87 orang, jauh melebihi kapasitas rumah sakit sehingga sebagian pasien harus dirawat menggunakan pelbet, di RS Fatmawati tercatat 152 pasien demam berdarah. Untuk memudahkan proses pelayanan, RS Fatmawati menggunakan sistem kode pewarnaan pada pasien. Kode Merah berarti pasien membutuhkan prioritas khusus, kode Kuning berarti pasien membutuhkan perawatan biasa, dan kode Hijau berarti pasien hampir sembuh dan dapat dipulangkan. Pada Senin (9/4) Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan wilayah DKI Jakarta dalam status kejadian luar biasa demam berdarah. Berdasarkan data sampai akhir Maret 2007, jumlah penderita DBD di Jakarta mencapai 4.408 pasien, melampaui batas KLB yaitu 3.107 pasien. Untuk mengatasinya, pengasapan fokus akan diadakan di 258 kelurahan dengan luas wilayah mencapai 13.164 hektar . Di Kabupaten Brebes, selama 16 minggu pertama tahun 2007 ini ditemukan 198 kasus DBD, 15 diantaranya meninggal dunia. Di Kota Sukabumi jumlah penderita mencapai 343 orang. Sementara di kota Bandung, dari Januari hingga 27 April 2007, jumlah penderita mencapai 2.879 orang. Di Bekasi, dalam 4 bulan terakhir, 11 penderita DBD meninggal dunia.

Untuk Avian Influenza atau lebih dikenal dengan flu burung, menurut pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan, hingga kini jumlah kasus yang terkonfirmasi positif flu burung di Indonesia ada 92 orang, 72 orang diantaranya meninggal dunia (lihat halaman 10). Di Jawa Tengah, satu pasien berinisial S (29) yang meninggal Kamis (5/4) dinyatakan positif terjangkit AI. 1400 itik positif terjangkit virus flu burung dimusnahkan di Gilimanuk, Bali. Itik dan unggas ini masuk dengan cara diselundupkan. Di Bandung, satu pasien teruga AI meninggal (16/4). Seorang bayi berusia 1 tahun yang mengalami demam tinggi setelah sebelumnya banyak ayam mati mendadak di lingkungannya, dibawa ke RS Sulianti Saroso.

Penyakit lain yang masih menghantui Indonesia pada bulan April ini antara lain Leukimia yang masih menjadi momok pada anak, antraks yang menewaskan 8 orang di NTT, KLB Chikunguya di Ponorogo menyusul lonjakan jumlah korban menjadi 293 orang selama 2007, malaria yang menewaskan 4 orang di NTB dengan 49.6% penduduk Indonesia beresiko tertular malaria karena tinggal di daerah yang beresiko, dan tuberkulosis yang menghantui ibu hamil sementara pemerintah kesulitan mendanai kegiatan pengendalian TB sejak dihentikannya bantuan dana dari Dana Global untuk Penanggulangan HIV/AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (GFATM) pada Maret lalu

Di Serang, pada 4 bulan pertama tahun ini, sedikitnya 8 orang anak balita meninggal akibat gizi buruk. Berkaitan dengan isu gizi buruk ini, lembaga internasional Oxfam GB bersama dengan LSM lokal dan masyarakat merintis Sekolah Lapangan Pertanian dan Gizi Terpadu di Kabupaten Belu, NTT dengan tujuan mengurangi angka gizi buruk balita yang mencapai 32 – 50% di NTT. Kemiskinan juga menggelayuti NTT, mengakibatkan ribuan anak usia sekolah terpaksa putus sekolah. Kekeringan yang melanda NTT juga menyebabkan 37.235 warga di 5 kecamatan dalam kondisi krisis pangan. Ancaman rawan pangan juga melanda 4 kabupaten di Sulawesi Selatan.

Bencana alam masih melanda. Banjir terjadi di Arso, Papua merencam ratusan rumah . Banjir di Belu, NTT masih menggenang setinggi 1 meter pada Selasa (3/4). Dayeuhkolot – Baleendah Bandung pun tergenang banjir yang ditengarai merupakan banjir kiriman. Banjir bandang di Grobogan menghanyutkan 4 rumah, 7 rumah roboh, dan 78 rumah rusak. Sungai terbesar di Indonesia, Bengawan Solo, meluap dan merendam ribuan rumah di sekitarnya, 49 desa di 19 kecamatan di Bojonegoro terendam air.

Di Yogyakarta, puluhan rumah warga korban gempa dihantam angin puting beliung Sabtu (7/4) petang (lihat halaman 35). Puting beliung juga melanda Bogor dan Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Puluhan rumah rusak berat dan satu roang warga luka berat karena tertimpa atap rumah. Masih di Pandeglang, 9 warga tersambar petir Selasa (10/4) petang, tiga orang tewas seketika, 4 luka berat, dan 2 lainnya shock berat. Di Deli Serdang, 86 rumah, 2 tempat ibadah, dan 1 tower PT Telkom rusak diterjang angin puting beliung.

Longsor di 3 desa di Kecamatan Cibinong dan 2 desa di Kecamatan Cikadu memaksa 2.200 keluarga terpaksa mengungsi. Di Desa Tarubatang, Boyolali, Jawa Tengah, hujan deras yang disertai tanah longsor menewaskan seorang warga. Sementara lebih dari 50 keluarga di Ponorogo, Jawa Timur terisolasi karena satu-satunya akses jalan desa tertimbun longsor. Terputusnya akses transportasi juga terjadi di jalur transFlores, penghubung kota Ende-Maumere.

Berita yang cukup menggembirakan datang seiring dengan dipasangnya alat deteksi tsunami buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada Rabu (11/4), yang akan dipasang di Samudera Hindia, sekitar 160 mil laut dari Pelabuhan Merak, Banten. BMG akan berperan sebagai integrator dalam analisa hasil pendeteksian. Sementara itu, Wakil Presiden menugasi Menko Kesra Aburizal Bakrie mempersiapkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagaimana diperintahkan UU Penanggulangan Bencana (9/4).

Di daerah Jakarta Utara, kerusaan lahan dan vegetasi daerah peisis semakin parah. Hutan bakau yang tersedia menipis. Pencemaran limbah oraganik dan logam berat di Kepulauan Bangka Belitung menyebabkan 15 sungai disana tidak lagi layak dikonsumsi. Kebakaran terjadi di kawasan padat penduduk di Kelurahan Penjaringan. Tidak ada korban jiwa, namun beberapa warga mengalami luka ringan.

Baca selengkapnya

Tuesday, May 1, 2007

Multi Risk Mapping

(Read English Version)

Berlatarbelakang terbatasnya ketersediaan data dan informasi khususnya peta-peta bencana yang dalam hal ini diberi tema peta resiko bermacam bahaya dalam skala detil – operasional – tingkat Kelurahan serta terbatasnya kemampuan masyarakat mengenal daerahnya sendiri yang berpotensi resiko bermacam bahaya maka ACF melakukan kegiatan Pemetaan Resiko Bermacam Bahaya Lingkungan khususnya Bahaya Banjir, Kebakaran dan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang merupakan bahaya-bahaya yang dominan atau memakan korban di wilayah DKI Jakarta khususnya.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menentukan wilayah resiko bermacam bahaya lingkungan khususnya banjir, kebakaran, dan Penyakit DBD di Kelurahan Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara dan Penjaringan serta menentukan jumlah penduduk yang tercakup di dalam wilayah resiko bermacam bahaya lingkungan di ketiga Kelurahan tersebut. Kegunaan kegiatan ini antara lain agar masyarakat kelurahan dan institusi terkait mengetahui lokasi wilayah resiko tersebut dan mengantisipasinya dan menjadi masukan instansi terkait untuk kebijakan dan perencanaan serta meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman bahaya tersebut.

Pemetaan ini menggunakan teknik atau teknologi pemetaan yang berbasis Sistem Informasi Geografis (GIS) dan Penggunaan Citra satelit dilengkapi dengan cek lapangan untuk perolehan data primer. Selain itu dibantu juga dengan data sekunder dan referensi. Analisis data yan digunakan adalah dengan sistem pengharkatan dan skoring serta beberapa analisis GIS.

Parameter atau variabel yang digunakan dalam kegiatan ini dapat diolah dan digunakan dengan baik sehingga menghasilkan peta-peta yang akurat dan dapat digunakan untuk jangka panjang. Parameter-parameter tersebut antara lain
Bahaya Banjir:
1. Peta Ketinggian/Kontur (bahaya)
2. Daerah Hempasan air sungai (kerentanan)
3. Keberadaan Tanggul Permanen (kapasitas)
4. Keberadaan Pompa air (kapasitas)
5. Bahan/ Kualitas Bangunan/permukiman (kerentanan)
Bahaya Kebakaran
1. Jenis Penggunaan lahan (kerentanan)
2. Kepadatan Bangunan (kerentanan)
3. Bahan/ Kualitas Bangunan (kerentanan)
4. Lebar jalan masuk untuk Mobil Pemadam (kapasitas)
5. Sumber air untuk pemadaman (kapasitas)
6. Jarak terhadap pos pemadaman (kapasitas)
Bahaya Penyakit DBD:
1. Alamat Penderita DBD (bahaya)
2. Kualitas Permukiman (kerentanan)

Hasil kegiatan yang berupa peta (tematik) dan data jumlah penduduk yang tercakup di dalam wilayah resiko bermacam bahaya lingkungan. Peta yang dibuat dalam berbagai skala tergantung Kelurahannya. Kelurahan Kampung Melayu 1 : 2.000, Cipinang Besar Utara 1 : 2.500, dan Penjaringan 1 : 6.000.
Peta-peta tersebut antara lain
- Peta Penggunaan Lahan
- Peta Resiko Bahaya Banjir
- Peta Resiko Bahaya Kebakaran
- Peta Resiko Bahaya Penyakit
- Peta Resiko Bermacam Bahaya Lingkungan

Resiko gabungan 3 bahaya atau resiko bermacam bahaya lingkungan di ketiga kelurahan tersebut tergolong tinggi. Penjaringan 58 %, Kampung Melayu 50 %, dan Cipinang Besar Utara 38 %. Jumlah penduduk yang tercakup kedalam wilayah resiko bermacam bahaya lingkungan tingkat tinggi di Kampung Melayu sebesar 11.131 Jiwa dalam 2.682 KK, atau sebesar 50 % dari total penduduk, yang tersebar di 53 RT di seluruh RW yang ada. Di Cipinang Besar Utara 15.009 Jiwa atau sekitar 38,3 % dari total penduduk, yang tersebar di 5 RW dari 14 RW yang ada. Untuk Kelurahan Penjaringan sebanyak 32.621 Jiwa atau 58 % dari total penduduk,yang tersebar di 10 RW dari 17 RW yang ada.

Hasil Kegiatan pemetaan resiko bermacam bahaya lingkungan ini telah dipresentasikan di Kantor Bapeda pada Tanggal 1 Februari 2007 yang dihadiri oleh beberapa instansi terkait seperti: Bapeda Provinsi DKI Jakarta, Satkorlak DKI Jakarta, Dinas Trantib Prov DKI Jakarta, Dinas PU Propinsi DKI Jakarta, Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur dan Utara, Suku Dinas Pertanahan dan Pemetaan Jakarta Timur dan Utara, Lurah dan Wakil Masyarakat di 3 Kelurahan. Selain di Bapeda, presentasi juga dilakukan di Kantor Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur pada Tanggal 3 April 2007 atas permintaan kantor setempat. Dalam memperoleh feedback atau masukan, selain presentasi di atas juga dilakukan wawancara langsung dengan instansi terkait yaitu : Dinas PU Provinsi, Suku Dinas Pertanahan dan Pemetaan, serta Dinas Pemadam Kebakaran. Hasil akhir kegiatan yang berupa peta dan laporan akan disebarluaskan di instansi-instansi terkait di atas.

Untuk mendapatkan Laporan lengkap Multi Risk Mapping, hubungi ACF.

Penulis : Eka Rianta
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya