Friday, November 30, 2007

Perubahan Iklim

(Read English Version)

Mengutip dari “Sisi lain perubahan iklim: Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya”, UNDP, 2007:

Dampak pada pemukim perkotaan
Kenaikan muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter juga akan berdampak parah pada kota-kota pesisir seperti Jakarta dan Surabaya yang akan makin rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Masalah ini sudah menjadi makin parah di Jakarta karena bersamaan dengan kenaikan muka air laut, permukaan tanah turun: pendirian bangunan bertingkat dan meningkatnya pengurasan air tanah telah menyebabkan tanah turun. Namun Jakarta memang sudah secara rutin dilanda banjir besar: pada awal Februari 2007, banjir di Jakrta menewaskan 57 orang dan memaksa 422.300 meninggalkan rumah, yang 1.500 buah diantaranya rusak atau hanyut. Total kerugian ditaksir sekitar 695 juta dolar.


Suatu penelitian memperkirakan bahwa paduan kenaikan muka air laut setinggi 0,5 meter dan turunnya tanah yang terus berlanjut dapat menyebabkan enam lokasi terendam secara permanen dengan total populasi sekitar 270.000 jiwa, yakni”m tiga di Jakrta – Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing, dan tiga di Bekasi – Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya.

Banyak wilayah lain di negeri ini juga akhir-akhir ini baru dilanda bencana banjir. Banjir besar di Aceh, misalnya, di penghujung tahun 2006 menewaskan 96 orang dan membuat mengungsi 110.000 orang yang kehilangan sumber penghidupan dan harta benda mereka. Pada tahun 2007, di Sinjai, Sulawesi Selatan, banjir yang berlangsung berhari-hari telah merusak jalan dan memutus jembatan, serta mengucilkan 200.000 penduduk. Selanjtnya masih pada tahun itu, banjir dan longsor yang melanda Morowali, Sulawesi Utara memaksa 3.000 orang mengungsi ke tenda-tenda dan barak-barak darurat.

Dan dari bab lainnya mengenai Keniscayaan adaptasi:

Adaptasi di Wilayah Perkotaan
Banyak masalah kesehatan yang perlu diberikan perhatian khusus di wilayah perkotaan. Untuk Jakarta misalnya, Palang Merah Indonesia menjalankan kampanye perubahan iklim dengan memperbaiki penyimpana air bersih dan mengurangi kerentanan terhadap demam berdarah dengan membudidayakan ikan yang memangsa larva nyamuk. Aktivitas ini didasarkan pada pembangunan kapasitas lokal dan perencanaan yang partisipatif – menjangkau anak muda dan meningkatkan kesadaran adaptasi di kalangan pemerintah daerah dan tokoh masyarakar.

Sebagaimana yang telah terjadi dalam kejadian banjir 2007 di Jakrta, masyarakat perkotaan yang rentan juga perlu disiapkan secara khusu untuk menghadapi banjir – dan harus memiliki rencana kedaruratan yang siapa dilaksanakan.

Baca selengkapnya

Wednesday, November 28, 2007

Banjir Penjaringan November 2007

(Read English Version)

Wilayah Kelurahan Penjaringan, khususnya RW 017 yang dikenal dengan sebutan Muara Baru mengalami banjir pasang air laut sejak hari Minggu, 24 Nopember 2007. Banjir Pasang di wilayah muara baru merupakan hal yang rutin terjadi karena merupakan wilayah yang rendah di pesisir pantai Jakarta. Beberapa tahun ini fenomena banjir pasang mengalami peningkatan debit airnya.

Permasalahan Utama banjir di wilayah muara yang terjadi saat ini adalah; Pertama: Ketinggian air laut sudah melebihi tanggul-tanggul (dam) pembatas, meyebabkan air pasang laut sangat cepat masuk ke wilayah pemukiman warga. Kedua: Saluran-saluran air di wilayah muara baru kurang lancar (tersumbat) hal ini membuat genangan air pasang laut menjadi lambat untuk surut.

Banjir pasang laut mulai mulai naik ke wilayah pemukiman sekitar pukul 08.00 WIB. Volume air serta arus air yang tinggi terjadi pada hari senin, 26 November 2007. Warga menyebutkan hari senin itulah puncak dari gelombang pasang di wiliayah muara baru, hari berikutnya air pasang tetap terjadi namun tak seperti pada hari senin.
Banjir Pasang laut di wilayah muara baru mulai surut pukul 16.00 wib dan pukul 19.00 wib genangan air sudah tidak ada. Keesokan harinya banjir pasang laut akan mulai naik lagi pukul 08.00 dan mulai surut sekitar pukul 17.00 Wib.


Keterangan gambar:
Foto sebelah kiri adalah keadaan di pagi hari ketika banjir datang. Dan foto di kanan adalah keadaan di sore hari ketika air sudah mulai surut.

Lokasi tergenang:
• Rw 01, ketinggian air rata-rata 30 cm
• RW 02, ketinggian air rata-rata 30 cm
• RW 03, ketinggian air rata-rata 30 cm
• RW 017, 8 RT terendam air sampai 1 m. Wilayah terparah RT 18, 19 dan 20

Korban Cidera
3 orang warga cidera karena terkena balok-balok kayu yang terbawa oleh arus air.

Rumah Rusak
Terdapat 16 rumah yang roboh di RW 017 karena terjangan air laut dan terkena balok kayu yang dibawa oleh air

Bantuan
- Kelurahan (2 tenda pengungsian, 10 dus air mineral, dan 30 dus mie instant)
- PMI (100 buah selimut, 30 dus mie instant, dan 2 karung air mineral)
- UPC (1 tenda pengungsian)
Selain itu juga telah didirikan posko Kesehatan dari kecamatan Penjaringan.

Aktifitas warga
Banyak warga memilih tidak melakukan aktiftas karena sebagaina besar mata pencarianmereka adalah berdagang. Kegiatan dipasar berhenti total karena pasar terendam air. Warung-warung dipinggir jalan kebanyakan ditutup. Warung yang kebetulan telah ditinggikan atau ditanggul tetap ada yang beroperasi.

Akses terhadap transportasi
Warga yang ingin bepergian menggunakan becak atau sampan sebagai alat transportasi. Beberapa diantaranya memilih tidak beraktifitas dan menunggu air surut.
Kelompok rentan
Anak-anak dan orang tua biasanya berada dilantai 2 rumah mereka. Bila mereka ingin meninggalkan rumahnya biasanya mereka dibantu oleh tim SAR yang datang dengan boat.

Satlinmas
Lurah sebagai ketua Satlinmas telah melakukan upaya sebagai berikut;
- Mendirikan tenda pengungsi di pabrik Baja.
- Mendirikan 2 dapur umum (1 di Kantor lurah dan 1 di Gedung Pompa)
- Tim SAR
- Distribusi makanan

Setelah melakukan asesmen cepat, ACF memutuskan untuk memberikan 2 perahu karet sebagai bantuan kepada warga RW 017 Kelurahan Penjaringan

Penulis : Arde Wisben
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Saturday, November 3, 2007

Kumpulan Berita tentang Bencana pada Oktober 2007

(Read English Version)

Gunung Kelud menyita perhatian publik bulan ini. Aktifitas nya yang meningkat dan kekhawatiran efek letusan yang mungkin terjadi membuat semua mata tertuju padanya. Sampai 19 Oktober 2007, sebagian besar warga masih menolak untuk mengungsi. Selain karena lebih percaya pada Mbak Ronggo, sang juru kunci, warga juga mengkhawatirkan kebutuhan makanan selama berada di pengungsian. Selama berada di tempat pengungsian, warga tidak bisa mencari nafkah.

Musim hujan mulai datang, banjir menjelang. Di Lhokseumawe, 11 desa terendam air dengan ketinggian 50-80 cm. Di kota Medan, beberapa wilayahnya bahkan tergenang hingga 2 meter. Dari Jakarta, 11 orang yang mewakili korban banjir Jakarta mengajukan banding di PN Jakarta Pusat. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, menyatakan bahwa banjir di Jakarta rasanya sulit dihindari, oleh karena itu Pemprov memilih untuk menyiapkan langkah antisipasi di berberapa lokasi rawan banjir. Langkah antisipasi ini berupa penyiagaan 3.500 petugas lengkap dengan peralatan, sistim peringatan dini, dan dukungan medis yang diperlukan. Di wilayah Jakarta Utara, air laut pasang pada hari Senin (29/10) menggenangi wilayah Tanjung Priok, Pademangan, dan Muara Baru.

Sedikitnya 7 kecamatan di Garut, Jawa Barat, terkena longsor, Selasa (30/10), menyebabkan belasan rumah tertimbun dan sejumlah ruas jalan terputus material longsoran. Di beberapa daerah di Indonesia lainnya, kekeringan melanda. Lahan persawahan di Desa Tanjungbungin, Solokan, Tanahbaru dan Telagajaya di Karawang, Jawa Barat, mengalami gagal tanam akibat kekeringan parah yang masih berlangsung saat ini. Di Jasinga, Bogor, musim kemarau menyebabkan krisis air bersih. Air sulit didapat, dan kalaupun dapat airnya keruh. Di Jawa Tengah, 25 kabupaten dan kota kekurangan air bersih.

Korban meninggal akibat flu burung masih bertambah. AR (21) warga Jawa Barat yang meninggal 28 September lalu, LT (44) dari Riau yang meninggal 6 Oktober 2007, Ir (12) warga Tangerang yang meninggal 13 Oktober 2007 lalu, dan yang terakhir balita berusia 4 tahun dari Tangerang yang meninggal 22 Oktober 2007. Dengan demikian jumlah korban meninggal akibat flu burung mencapai 89 orang.

Di Medan, Demam Berdarah kembali merebak, selama Oktober, dua korban meninggal akibat serangan DBD. Sementara jumlah penderita HIV/AIDS di provinsi Sumatera Utara sudah pada tahap mengkhawatirkan. Hingga bulan Juni, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 1.033 orang. Pasca lebaran, jumlah pasien diare di RS Soedarso, Pontianak mendominasi. Keadaan yang sama terjadi juga di RSUD Syamsudin, Sukabumi. Peningkatan tajam juga terjadi di Palembang dan sekitarnya.

Angin puting beliung melanda 5 kecamatan Palolo, Sulawesi Tengah, mengakibatkan puluhan rumah penduduk dan fasilitas umum rusak berat. Kabupaten Gobogan dan Kudus, Jawa Tengah juga dilanda angin puting beliung. Hari Senin (15/10), puting beliung menerjang tiga dusun di Mandar, Sulawesi Utara. Di Demak, 502 rumah rusak berat bahkan 13 diantaranya roboh diterjang angin puting beliung.

Edisi bulan ini juga memuat pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo bahwa semua pihak harus proaktif dalam persiapan maupun penanganan dalam menghadapi bencana. Juga ada tulisan dari salah seorang anggota PRD Jawa Barat tentang menghadapi bencana alam.

Berita mancanegara, Vietnam dilanda banjir terburuk akibat Topan Lekima. Di Afrika Barat, banjir menyebabkan 800.000 orang terkena dampaknya. Serangkaian gempa berkekuatan besar 6.7 SR mengguncang Selandia Baru, Selasa (16/10) dini hari meski hanya menimbulkan sedikit kerusakan. Di California, Amerika Serikat.


Penulis: Erma Maghfiroh
Penerjemah: Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya