Friday, April 20, 2007

Rapat Kerja Dewan Kelurahan Penjaringan

(Read English Version)

Undang – Undang No. 34/1999 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, mengamanatkan adanya organisasi Dewan Kelurahan di tingkat kelurahan. Undang-undang ini dijabarkan dengan Peraturan Daerah Perda) No. 5/2000 tentang Dewan Kelurahan yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.3/ 2001 tentang Tata Cara dan Kelengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Anggota Dewan Kelurahan.

Berdasarkan Perda No. 5/2000, Dewan kelurahan merupakan lembaga konsultatif perwakilan Rukun Warga (RW), sebagai wahana partisipasi masyarakat di kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagai perwujudan demokrasi di Kelurahan. Lebih lanjut ditegaskan, Dewan Kelurahan merupakan mitra kerja Pemerintah Kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.

Setelah hampir satu tahun dilantik, Dewan kelurahan Penjaringan periode 2006 – 2011 belum juga memiliki program kerja. Atas permintaan Dewan Kelurahan, ACF merasa perlu untuk melakukan kegiatan Pelatihan Penyusunan program kerja bagi anggota Dewan kelurahan.

Pelatihan ini bertujuan untuk memfasilitasi proses penyusunan program kerja Dewan Kelurahan dan mensosialisasi pelaksanaan musrenbang 2007. Dari pelatihan ini diharapkan Dewan Kelurahan dapat memahami lingkup kerjanya, mampu menyusun program kerja, dan mampu mempertahankan argumennya dalam proses penyusunan musrenbang 2007 yang didasari dengan keahlian dan informasi yang memadai.

Pelatihan ini diadakan pada 14 April 2007 dan diikuti oleh 17 orang terdiri dari 16 Dewan Kelurahan dan 1 UPK-MK.Pelatihan dilaksanakan dalam 3 sesi.

Sesi 1. Komitmen Dewan Kelurahan
Sesi ini menghasilkan kesepakatan mengenai komitmen dewan kelurahan, sebagai berikut "Kita bagian dari masyarakat yang dipercaya sebagai jembatan penyalur aspirasi, pelayan dan pelaksana program pemberdayaan masyarakat Kelurahan" Komitmen ditulis diatas kanvas dan ditandatangani oleh seluruh peserta.

Sesi 2. Penyusunan Program Kerja
Program kerja yang disusun berdarkan kriteria SMART (Spesific, Measurable, Achieveable, Reasonable, Time-bound)

Sesi 3. Rencana Tindak Lanjut, Musrenbang sebagai wadah perencanaan
Sesi ini menghasilkan kesepakatan anggota dewan kelurahan untuk menggali masalah dimasyarakat dan akan dikemas sedemikian rupa sehingga masuk dalam anggaran pembangunan kelurahan tahun 2008.

Penulis : Arde Wisben
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Tuesday, April 17, 2007

Studi Banding tim PKK Penjaringan ke desa Banjarsari, Jakarta Selatan

(Read English Version)

Kampung Banjarsari di Cilandak Barat, Jakarta Selatan telah ditetapkan oleh Pemda DKI sebagai kampung wisata di Jakarta Selatan. Dipelopori oleh ibu Harini Bambang, warga di Banjarsari bersama-sama menciptakan lingkungan yang hijau, penuh dengan pepohonan. Setiap rumah dihiasi dengan kumpulan bunga, tanaman obat serta pohon. Rindang dan sejuk.

Disamping hijau, lingkungan di Banjarsari juga bersih. Hampir tidak ada sampah yang tercevcer dijalan. Disetiap gang disediakan tempat sampah warna warni. Warna hijau untuk sampah organik, kuning untuk non organik nan warna merah untuk sampah yang berbahaya. Kampung hijau ini akhirnya mengantarnya Ibu Harini Bambang mendapatkan penghargaan Kalpataru dan rumah ibu Nina salah satu warga terpilih sebagai rumah terbaik di DKI tahun 2000. Ibu Harini Bambang juga pernah disebut dalam artikel terdahulu mengenai workshop pengelolaan sampah yang diikuti oleh ACF.

ACF berinisiatif mengajak tim PKK Pernjaringan berkunjung ke kampung hijau Banjarsari untuk menumbuhkan kesadaran dan semangat untuk melakukan hal serupa di lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin 16 April 2007.Kegiatan ini diikuti oleh 28 orang anggota tim Penggerak PKK Kelurahan penjaringan yang terdiri dari; tim RW 03, tim RW 08, tm RW 017, Pokja IV PKK Kelurahan dan beberapa kader posyandu

Rombongan dari Penjaringan tiba di Banjarsari pukul 09.30 Wib. Ibu Harini Bambang langsung menyambut kehadiran rombongan. Setelah beramahtamah, Ibu Harini memberikan penjelasan tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang bersih karena terkait dengan kesehatan warganya. Ibu Bambang bercerita banyak tentang sampah, daur ulang sampah dan upaya pengurangan sampah rumah tangga.

Ada 4 upaya untuk menghindarkan dari menumpuknya sampah yaitu; Reduce, Reuse, Recycle dan Replant. Diakhir sesi ini ibu Bambang memberikan tanaman sebagai hadiah kepada salah satu peserta yang aktif mengajukan pertanyaan. Pembicara kedua adalah ibu Siska. Beliau menerangkan tentang tanaman obat. Sesi ini sangat diminati oleh ibu-ibu karena banyak memberikan informasi baru tentang manfaat tanaman yang selama ini tidak diketahui. Banyak diantara tanaman obat itu tumbuh dan terdapat disekitar lingkungan mereka.

Sebelum makan siang, ibu-ibu dilatih mendaur ulang sampah oleh mas Iwan. Beragam produk bisa dihasilkan dari sampah yang dianggap sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan. Salah satu yang cara mendaur ulang yang dipraktekkan adalah mendaur ulang kertas.

Tidak cukup sampai disitu, setelah makan siang kunjungan diakhiri dengan berkeliling kampung hijau. Tidak ketinggalan menyaksikan rumah ibu Nina yang pernah dinobatkan sebagai rumah hijau terbaik di DKI Jakarta. Setelah puas berkeliling, rombongan mengakhiri kunjungan di kampung hijau Banjarsari. Romobongan pulang dengan pengalaman baru, yang diharapkan membawa perubahan dilingkungannya

Penulis : Arde Wisben
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Friday, April 13, 2007

NTT (bagian 5)

(Read English Version)

GAMBARAN UMUM
GIZI DAN KETAHANAN PANGAN
AKSES AIR BERSIH
REKOMENDASI

GAMBAR-GAMBAR DARI NTT





Baca selengkapnya

Thursday, April 12, 2007

NTT (bagian 4)

(Read English Version)

GAMBARAN UMUM
GIZI DAN KETAHANAN PANGAN
AKSES AIR BERSIH

REKOMENDASI
Populasi masyarakat di 2 daerah yang di ases sangat dipengaruhi oleh kendala natural dan struktural. Kondisi kehidupan masyarakat tidak hanya jauh dibawah standar nasional, bahkan tidak mencapai standar SPHRE yang digunakan untuk kamp pengungsian. Berbagai upaya memang sudah dilakukan pemerintah nasional dan lokal untuk mengurangi kemiskinan di NTT, namun tampaknya masih kurang memadai untuk memperbaiki situasi yang ada. Untuk itu, Action contre la Faim mempertimbangkan intervensi jangka menengah yang diperlukan untuk NTT.

Rekomendasi untuk TTS
ACF telah mengidentifikasikan malnutrisi kronis sebagai masalah utama di TTS, yang beresiko menurunkan tingkat ketahanan pangan dan mempengaruhi kondisi gizi secara keseluruhan. Berdasarkan kerangka konsep penyebab malnutrisi dan kematian, ACF telah mengidentifikasikan 3 penyebab utama malnutrisi kronis di TTS:

  • Pola makan tidak sehat/tidak teratur terkait dengan keterbatasan akses pada makanan (jumlah sedikit dan kurang bervariasi), pengetahuan gizi yang kurang
  • Kemiskinan terkait dengan pendapatan rendah, keterbatasan akses ke pasar, produksi rendah, tidak mampu mendapatkan sumber pendapatan alternatif
  • Kecenderungan tinggi munculnya penyakit yang bersumber dari air
Untuk mengatasi penyebab-penyebab ini, ACF merekomendasikan 3 intervensi berikut:
  • Sektor produksi pangan akan diperkuat melalui dukungan pertanian untuk keluarga
  • Sektor ekonomi akan diperkuat melalui Income Generating Activities (IGA).
  • Memperbaiki upaya yang berkesinambungan untuk akses air bersih dalam jumlah dan kualitas yang memadai, dan meningkatkan pengetahuan dan praktik sanitas.
Sebagai tambahan ACF merekomendasikan seluruh aktivitas ini dilengkapi dengan kegiatan lokakarya dan pelatihan yang memfokuskan pada masyarakat sipil dan aparat pemerintah untuk keberlanjutan hasil dan meningkatkan kapasitas di tingkat lokal.

Rekomendasi untuk Alor
Empat intervensi dapat dikembangkan di masa depan. Intervensi-intervensi inti sudah diidentifikasikan pada asesmen pertama yang dilakukan pada 2006 dan dipertegas oleh asesmen komprehensif pada awal 2007.
  • Menjamin produksi bahan pangan pokok dengan memperbanyak diversifikasi pertanian dan rehabilitasi kesuburan tanah
  • Meningkatkan produktivitas dan profitabilitas hasil panen.
  • Mengidentifikasi kendala yang dihadapi sektor pertaniian dan menemukan solusi untuk mengatasinya
  • Mengurangi resiko dan munculnya penyakit yang bersumber dari air, dan mengurangi tingkat penyakit/kemtian secara umum
Sebagai tambahan, ACF merekomendasikan pelaksanaan asesmen berikutnya di daerah barat daya pulau Alor dan daerah Timut dan Selatan pulau Pantar, karena menurut pemangku kepentingan yang ditemui di Alor, daerah-daerah ini merupakan daerah yang rawan kekeringan air namun belum bisa di ases karena keterbatasan waktu.

GAMBAR

Penulis : Departemen FoodSec dan Watsan
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Wednesday, April 11, 2007

NTT (bagian 3)

(Read English Version)

GAMBARAN UMUM
GIZI DAN KETAHANAN PANGAN

AKSES AIR BERSIH
Provinsi NTT dikenal sebagai provinsi kering dengan sumber air yang sangat minim, utamanya disebabkan oleh daerah resapan yang rendah dan tidak teratur, juga oleh minimnya sumber air. Daya serap batu pembentuk tanah yang rendah meghambat proses peresapan air dalam tanah. Kekeringan panjang, diikuti dengan hujan mendadak membuat penyerapan minim. Erosi, secara natural disebabkan angin dan hujan namun diperparah dengan pembabatan hutan secara liar dan ladang berpindah, juga berperan dalam mengurangi ketersediaan air tanah. Perbedaan mencolok antara Alor dan TTS dalam ketersediaan air dapat dijelaskan dengan variasi litho-logical dan hidro-geologi, juga dengan perbedaan curah hujan, dan perbedaan jumlah investasi untuk infrastuktur air.

Akses air untuk minum dan sanitasi
Sumber air untuk minum dan sanitasi di TTS dan Alor umumnya sama. Sumur terbuka paling banyak ditemui (milik pribadi atau umum) sekitar 35%, khususnya di daerah pesisir. Mata air juga banyak ditemui (30%). Mata air ini umunya dihubungkan dengan jaringan pipa. Sepuluh persen responden mendapatkan air dari pancuran yang berasal dari sumber alami, sementara 10% lainnya mengandalkan sungai sebagai sumber air utama mereka.

Di TTS, ketersediaan air menjadi masalah utama, bahkan selama musim hujan. Sumber air yang ada sangat senstif terhadap perubahan cuaca, sangat mudah mengering selama musim kemarau dan mengeruh ketika musim hujan. Sebagian besar indikator sumber air berada di bawah standar Sphere:

  • Jarak rata-rata antara rumah tangga dan sumber air adalah 710m dan umumnya tidak memperhitungkan ketinggian tanah dan medan yang licin dan berbahaya.
  • Dikarenakan akses yang sulit dan sumber yang sedikit, diperlukan waktu rata-rata 1 jam untuk mencapai sumber air dan membawanya kembali ke rumah menggunakan jerigen. Jumlah waktu yang signifikan dihabiskan setiap rumah tangga untuk mendapatkan air, yang bisa dikategorikan sebagai faktor penghambat pembangunan sosial-ekonomi.
  • Rata-rata konsumsi air (untuk minum dan sanitasi) per orang per hari adalah 14L/p/d. Angka ini kemungkinan besar menurun sangat drastis selama musim kemarau.

Indikator sumber air di daerah yang dikunjungi di Alor tampak lebih baik. Meski sebagian besar sumber air berasal dari GFS yang dibangun pemerintah yang tampaknya sebentar lagi akan berhenti berfungsi karena disain yang buruk, kurang pemeliharaan, kurang suku cadang. Meskipun aksesnya sudah lebih baik, jumlah air yang dikonsumsi per orang per hari di Alor masih sama rendahnya dengan TTS, yang mengindikasikan rendahnya sanitasi rumah tangga.

Jika ketersediaan air meningkat, mayoritas responden (60%) menyatakan keuntungan utama bagi mereka adalah peningkatan pendapatan dari hasil kbun sayur, dan 15% responden menyatakan peningkatan jumlah air yang digunakan untuk kebutuhan sanitasi.

Akses air untuk irigasi dan pertanian
Di TTS, jarang sekali rumah yang memiliki kebun sayur. Satu yang ditemui, hanya berupa kebun yang kecil dan bergantung pada air hujan. Ketiadaan irigasi ini disebabkan oleh beberapa faktor:
  • Kelangkaan sumber air, seringkali jumlahnya tidak mencukupi untuk kebutuhan minum dan sanitasi.
  • Beberapa orang sama sekali tidak menggunakan irigasi untuk ladangnya, bahkan ketika air tersedia.
  • Kurangnya tanah yang layak ditanami di sekitar sumber air yang umunmnya berlokasi jauh dari desa dan melalui medan yang curam.
Kemungkinan penanaman selama musim hujan tidak banyak dimanfaatkan masyarakat karena kurangnya lahan yang layak ditanami: jagung menjadi sumber makanan utama sehingga hampir semua lahan yang tersedia ditanami jagung. Kebun sayur di daerah yang dikunjungi di Alor sedikit lebih banyak jumlahnya daripada TTS. Meski mayoritas masih bergantung pada air hujan, peran irigasi sudah cukup signifikan. Namun, hasil pengamatan di daerah pesisir selatan, meskipun air tersedia, namun tanaman masih tidak bisa tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kualitas tanah yang buruk, menumpuknya materi kimia/fisik di dalam tanah, dan kurangnya pengetahuan masyarakat terkait dengan pembibitan sayur.

REKOMENDASI
GAMBAR

Penulis : Departemen FoodSec dan Watsan
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Tuesday, April 10, 2007

NTT (bagian 2)

(Read English Version)

GAMBARAN UMUM

Temuan Utama di bidang Gizi dan Ketahanan Pangan

Lebih dari 85% KK mendapatkan bahan pangan dari hasil pertanian mereka (jagung, singkong, dan sayuran hijau) dan dari pasar. Pasar menjadi sumber utama untuk makanan, terutama pada periode krisis makanan. Sekitar 48% pendapatan masyarakat dialokasikan untuk makanan. Makanan utama yang dibeli di pasar adalah beras, sayur, dan ikan. Namun, dengan keterbatasan pendapatan, makanan yang dibeli nyaris selalu itu-itu saja.

Terbatasnya produksi pangan dan pendapatan masyarakat merupakan kendala utama untuk akses pada makanan. Sebagai contoh, di Alor, rata-rata asupan nutrisi adalah 1,540 kcal, nilai ini masih lebih rendah daripada standar nasional yang 2,058 kcal. Makanan pokok yang dikonsumsi di daerah-daerah yang di ases adalah jagung dan nasi. Selain makakan pokok, beberapa jenis sayuran seperti daun singkong dan daun pepaya juga dikonsumsi teratur. Makanan lainnya hanya dikonsumsi ketika persediaan memadai, seperti sayuran (kentang, labu hijau, terung) atau buah (pisang, pepayam kelapa). Tingkat konsumsi yang rendah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro. Dengan pendapatan rendah dan pengetahuan tentang nutrisi yang juga rendah, hanya sejumlah kecil keluarga yang mengkonsumsi daging, telur, kacang polong, atau produk-produk susu.

Masa krisis pangan dipahami warga sebagai masa dimana persediaan jagung di tingkat keluarga menurun secara drastis. Masa krisis ini biasanya terjadi pada Agustus sampai Maret. Beberapa upaya dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan pada masa ini. Tidak ditemukan penelitian terbaru terkait dengan status gizi provinsi ini. Namun, hasil analisa data sekunder, kecenderungan malnutrisi sangat tinggi dan status gizi dalam kondisi kritis. Keadaan ini akan makin parah jika terjadi serangan penyakit yang berasal dari air, atau menurunnya produksi pangan karena faktor yang tidak mendukung (kekeringan, hama, dll).

Departemen Kesehatan mengumpulkan data berat/umur melalui puskesmas/posyandu. Untuk NTT, dilaporkan 39% dengan berat badan dibawah stdandar dengan 107 000 kasus (dengan keparahan sedang dan tinggi) untuk tahun 2006. Enam belas kabupaten di NTT memiliki kasus malnutrisi, dengan kabupaten TTS berada di urutan teratas.

Di tingkat rumah tangga, beberapa faktor terkait kemiskinan, telah meningkatkan reskiko malnutrisi:
Pendapatan rendah : kurang dari Rp 200,000 per bulan
Sumber pendapatan tidak teratur : sangat bergantung pada hasil panen (panen sekali setahun dan sangat dipengaruhi iklim)
Hewan ternak tidak digunakan untuk bahan makanan, namun digunakan untuk upacara adat, Pola makan tidak sehat : kacang polong tidak populer untuk dikonsumsi,
Kurangnya perhatian ibu pada anaknya, kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dan makanan,
Fasilitas kebersihan tidak memadai,
Air yang tersedia berkualitas rendah /digunakan untuk memasak dan mandi
Kurangnya pengetahuan tentang irigasi,
Tingkat pendidikan rendah
Faktor-faktor diatas kini ditambah dengan issu tambahan:
Naiknya harga beras : karena faktor eksternal, harga beras meningkat 30% pada tahun 2006.
El Nino di akhir 2006 memberi efek sangat besar pada bidang pertanian. Masa tanam tertunda karena curah hujan rendah di awal 2007 membuat petani mengkhawtirkan terjadinya gagal panen di 2007.

AKSES AIR BERSIH
REKOMENDASI
GAMBAR

Penulis : Departemen FoodSec dan Watsan
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Monday, April 9, 2007

NTT (bagian 1)

(Read English Version)


Departemen Water and Sanitation dan Food Security ACF mengadakan asesmen di Nusa Tenggara Timur pada bulan Januari-Februati 2007. Hasil asessmen tersebut ditampilkan dalam bentuk Ringkasan Eksekutif berikut.

Gambaran Umum Wilayah.
Jumlah penduduk di TTS 420,798 orang atau 98,202 KK; sementara populasi di Alor berjumlah 174,608 orang atau 39,228 KK. Kepadatan penduduk cukup rendah di kedua wilayah, yaitu 102 orang/km2 di TTS dan 60 orang/km2 di Alor.

Ada banyak suku yang mendiami wilayah NTT, dan setiap suku memiliki bahasa dan kebudayaannya masing-masing sebagian besar penduduk TTS dan Alor memeluk agama Kristen. Pemuka agama merupakan tokoh yang cukup memegang peran di masyarakat, selain juga pemerintah lokal. Intrik antar pemuka agama dapat menyebabkan gangguan pada keharmonisan masyarakat dan menghalangi pergerakan masyarakat.

Topografi wilayah yang di ases ditandai dengan tebing terjal dan garis pantai yang pendek. Sekitar 30% dari seluruh area berada pada kemiringan lebih dari 400. Keadaan ini menghalangi proses pertanian, pengembangan ekonomi, dan akses secara umum. Daerah NTT sangat rawan bencana alam, seperti:

  • Kekeringan
  • Tanah Longsor, angin kencang, banjir, dan banjir bandang
  • Gempa Bumi (terjadi di Alor pada )
  • Serangan hama
Secara umum, keadaan fisik jalan raya di TTS dan Alor jauh dibawah standar nasional, yang diperkirakan disebabkan minimnya investasi untuk infrastruktur publik dan keadaaan topografi daerah yang berbukit, rawan tanah longsor jika hujan. Jalan biasanya dibuat menuruni bukit, dimana di sepanjangnya terbangun pedesaan dan pemukiman.

Di TTS, sebagian besar jalan sudah diaspal, dan meski dalam kondisi perawatan minimal, jalan-jalan ini dapat digunakan sepanjang tahun. Meski demikian, tim asesmen mengidentifikasi beberapa desa yang tidak dapat diakses dengan mobil. Biaya transportasi tergolong tinggi, jika menggunakan standar lokal, namun masih terjangkau.

Di Alor, selain satu atau dua jalan yang menghubungkan Kalabahi dan kota utama lainnya, keadaan jalan sangat buruk. Sebagian besar jalan belum diaspal dan hanya dibuat dari tanah liat, sangat licin, sehingga menyulitkan warga melaluinya jika hujan turun. Bagian Selatan wilayah ini sama sekali tidak dapat diakses dengan mobil, hanya kapal yang dapat digunakan untuk mengakses desa yang berlokasi tepat di pesisir. Sementara desa di dataran tinggi hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki melewati medan yang sulit dari pesisir. Biaya transportasi sangat tinggi.

Di TTS, desa-desa yang dikunjungi sudah mendapat aliran listrik meski hanya pada malam hari. Di Alor, sebagian besar desa yang dikunjungi tidak mendapat suplai listrik, kecuali ibukota kabupaten. Di sisi lain sejumlah desa sudah mendapatkan panel surya yang dibagikan oleh LSM Lokal pada tahun 2004. Distribusi ini memberikan dampak yang positif.

Setiap desa memiliki setidaknya satu sekolah dasar, meski jumlah ini masih harus diimbangi dengan kualitas yang memadai. Sebaliknya, sekolah untuk tingkat yang lebih tinggi sangat terbatas jumlahnya di pedesaan. Sekolah-sekolah ini dapat ditemukan di ibukota kecamatan. Dengan demikian, akses pendidikan terhalang oleh pendapatan keluarga dan jarak.

Pasar tradisional biasanya digunakan oleh warga di 2 sampai 4 desa. Sejumlah kios dan warung juga menjual bahan kebutuhan dasar dan membeli hasil pertanian warga.

Umunmya, kendala utama yang menghambat perkembangan pasar di Alor dan TTS adalah terbatasnya jumlah penjual dan pembeli, daya beli yang rendah (karena penghasilan rendah), dan kendala topografi. Terbatasnya jaringan penjualan juga menyebabkan upaya promosi produk pertanian atau kerajinan terhambat.

GIZI DAN KETAHANAN PANGAN
AIR BERSIH
REKOMENDASI
GAMBAR

Penulis : FoodSec and Watsan Departmen
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya