Monday, February 19, 2007

Penjajakan Kapasitas Satlinmas Penjaringan

(Read English Version)

Dalam rangka penanggulangan bencana, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kepres Nomor 3 tahun 2001 telah membentuk Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana dan Pengungsi (BAKORNAS PBP). Kepres tersebut kemudian disempurnakan dengan Kepres Nomor 111 tahun 2001 dan Perpres Nomor 83 tahun 2005. Di tingkat Provinsi DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta melalui SK Gubernur No. 96 tahun 2002 telah membentuk Satkorlak PBP (tingkat provinsi), Satlak PBP (tingkat kotamadya), Unit Ops PBP (tingkat kecamatan) dan Satlinmas PBP (tingkat kelurahan). SK Gubernur No. 96 tahun 2002 tersebut juga ditindaklanjuti dengan SK Gubernur No. 1230 tahun 2002 tentang Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Propinsi DKI Jakarta.

Dengan SK Gubernur No 96 tahun 2002 dengan masa berlaku 5 tahun, Action Contre la Faim (ACF) merasa perlu untuk melakukan suatu assessment untuk mengetahui implementasi SK Gubernur tersebut di lapangan khususnya di tingkat kelurahan. Dari assessment ini diharapkan akan diperoleh temuan-temuan untuk materi pendampingan di masa yang akan datang, sekaligus menggali masukan untuk perbaikan kebijakan di tingkat lokal. Kegiatan assessment ini dilaksanakan pada bulan Agustus – Desember 2006 di Kelurahan Penjaringan, Kampung Melayu dan Cipinang Besar Utara. Aspek yang diteliti lebih difokuskan pada aspek kelembagaan Satlinmas PBP. Metode yang digunakan dalam assessment ini adalah Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion), Wawancara mendalam (In-depth interview) dan studi literatur.

Temuan yang diperoleh dari kegiatan assessment tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dari sisi substansi, SK Gubernur No. 96 tahun 2002 dan SK Gubernur No. 1230 tahun 2002 masih lebih berorientasi pada kegiatan “tanggap darurat bencana” dan belum banyak memberikan penekanan pada perlunya pencegahan, kesiapsiagaan dan rehabilitasi secara proporsional.
2. Keterbatasan sosialisasi tentang SK Gubernur menyebabkan sebagian aparatus Pemerintah Kelurahan tidak mengetahui dan memahami keberadaan SK Gubernur tersebut di atas. Implikasinya adalah belum semua Kelurahan membentuk Satlinmas PBP sesuai dengan arahan yang ada dalam SK Gubernur.
3. Peningkatan Kapasitas bagi Satlinmas belum komprehensif dan lebih berorientasi ke teknis penanggulangan bencana sedangkan penguatan kapasitas yang sifatnya lebih mengarah pada peningkatan soliditas dan kemampuan “manajerial organisasi” belum banyak dilakukan. Masih minimnya penguatan kapasitas organisasi ini mempengaruhi perkembangan organisasi pengelola bencana di 3 kelurahan yang secara umum masih belum solid.
4. Struktur organisasi yang ada pada setiap tingkatan pemerintahan yakni tingkat Provinsi (SATKORLAK PBP), Kotamadya (SATLAK PBP), Kecamatan (Unit Operasional PBP) dan Kelurahan (SATLINMAS PBP) sangat potensial untuk menciptakan penanganan bencana yang terintegrasi. Namun dalam SK Gubernur tersebut belum terdapat pembagian tugas yang jelas untuk masing-masing level termasuk Sistem Komando ketika terjadi bencana (Incident Command System).
5. Struktur Organisasi SATLINMAS yang ada dalam lampiran terlalu gemuk dan rentang kendalinya (spend of control) sangat besar yakni Ketua membawahi 10 kelompok tugas. Rentang kendali yang sangat besar ini ini akan cenderung menyulitkan proses pengorganisasiannya.
6. Aspek Organisasi, Satlinmas PBP (atau organisasi pengelola bencana) di 3 kelurahan relatif masih lemah. Hal ini diindikasikan dengan belum adanya struktur organisasi yang jelas, belum adanya pembagian tugas antar seksi, keaktifan anggota yang belum optimal, pengembangan SDM yang tidak terencana dengan baik, dan belum adanya mekanisme kerja yang baku.
7. Aspek Administrasi; administrasi yang dikembangkan oleh Satlinmas masih insidental (saat kejadian bencana) dan seringkali belum terdokumentasi dengan baik.
8. Aspek Pendanaan dan Peralatan; Pendanaan masih berasal dari anggaran kelurahan dan sumbangan dari pihak ketiga pada saat kejadian bencana. Belum banyak dilakukan upaya penggalangan dana dari pihak ke tiga untuk pengembangan program organisasi. Penyediaan anggaran juga belum disesuaikan dengan program dan kebutuhan di lapangan.
9. Aspek Program Kerja; secara umum Satlinmas di 3 kelurahan ini aktif pada saat tanggap darurat dan belum mempunyai program kerja tahunan yang disusun dan dilaksanakan secara matang.
10. Aspek Keberlanjutan; Keberadaan Satlinmas yang belum solid mengakibatkan jaringan kerja yang dibangun belum kuat. Komunikasi dengan lembaga lain lebih banyak dilakukan pada saat tanggap darurat dan belum ada upaya-upaya yang sistematis untuk membangun dan memelihara jaringan kerja yang ada.

Beberapa rekomendasi terkait dengan hasil temuan penjajakan kapasitas SATLINMAS adalah:
1. Perlu dikembangkan Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas Satlinmas PBP yang komprehensif dan disusun melalui suatu proses need assessment yang mendalam. Rencana Aksi ini melingkupi rencana pengembangan kapasitas individu, organisasi maupun system pendukungnya pada berbagai level secara menyeluruh.
2. Perlu dikembangkan kegiatan pendampingan aspek manajerial organisasi Satlinmas sehingga Satlinmas mampu menjalankan roda organisasi secara professional. Penguatan kapasitas manajerial dilakukan misalnya dalam bentuk pelatihan penyusunan rencana kerja dan anggaran, pertemuan membahas kejelasan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit kerja, penyusunan prosedur tetap pengelolaan bencana, monitoring dan evaluasi kegiatan dan lain-lain.
3. Perlu peningkatan peranserta masyarakat dalam pengelolaan bencana melalui wadah Satlinmas PBP sejak tahap perencanaan, implementasi maupun monitoring evaluasi kegiatan.
4. Perlu dilakukan Revisi SK Gubernur No. 56 tahun 2002 karena; (a) Beberapa peraturan hukum yang jadi landasan pemikiran penyusunan Keputusan Gubernur No. 56 tahun 2002 sudah diganti misalnya UU No. 22 tahun 1999 yang diganti dengan UU 32 tahun 2004, UU No. 25 tahun 1999 sudah digantikan dengan UU No. 33 tahun 2004. (b) Beberapa substansi perlu disusun secara lebih detail dan disesuaikan dengan dinamika yang ada.
5. Perlu disusun adanya Prosedur Tetap (Protap) Pengelolaan Bencana sesuai kebutuhan di tingkat lokal yang bisa dijadikan pedoman atau petunjuk teknis dalam tahap operasional.

Hubungi ACF untuk mendapatkan laporan lengkap (tersedia dalam versi Bahasa Indonesia).

Penulis: Edy M, Martius, Yuniarti W
Editor : Erma Maghfiroh
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Wednesday, February 14, 2007

Pak tua bingung

(Read English Version



”Ini buat anak perempuan malu-malu pak tua memamerkan ’tangkapannya’. Ya, pak tua dan puluhan pengungsi lainnya baru saja berebut pakaian, yang diserahkan seorang relawan dilokasi pengungsian kampung Melayu, Minggu sore 4 Februari 2007. Tak jelas benar bagaimana awalnya para pengungsi bisa berebut pakaian-pakaian tersebut. Relawan hanya mengatakan tas itu diperolehnya dari seseorang yang ingin meringankan beban pengungsi. Rupanya sang dermawan prihatin melihat kondisi pengungsi yang tidak berganti baju karena semua pakaian mereka terendam banjir. Namun niat baik ini terhalang ketidaktahuan sang dermawan dan relawan untuk menyalurkannya kepada pengungsi yang membutuhkan. Hasilnya, pak tua yang bingung bagaimana harus memanfaatkan hasil kerja kerasnya berdesakan dengan puluhan pengungsi. Mau diberikan pada orang lain, pak tua tidak rela juga. Dan anak perempuan yang disebutnya, apakah benar ada?, entahlah..

”Saya lihat orang berlari, saya ikut juga, eh dapatnya begini” pak tua tersipu. Andai kita punya manajemen penyaluran bantuan, pak tua ini tak perlu didera kebingungan.

Penulis : Arde Wisben
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya

Wednesday, February 7, 2007

Pemberian bantuan darurat kepada korban banjir DKI Jakarta 2007 (bagian 1)

(Read English Version)

Sehubungan dengan musibah banjir di DKI Jakarta yang kini tengah meluas, ACF Indonesia sejak 3 Februari lalu hingga kini telah memberikan bantuan darurat emergency response kepada 1.791 keluarga (931 KK di Kampung Melayu and 860 KK di Cipinang Besar Utara). Kedua wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah pelaksanaan program ACF Indonesia mengenai Kesiapsiagaan Bencana dan termasuk wilayah banjir paling parah. Bantuan telah diberikan secara bertahap yaitu:
1. Pembangunan 5 tenda besar/posko dan 6 titik distribusi air bersih untuk 6.000 orang (pada tiap wilayah terdapat 4-5 tangki air berkapasitas 1500-2000 liter/tangki, dengan pengisian air 2 kali sehari).
2. Pembagian paket bantuan darurat berupa: 3.632 Paket kebersihan (hygiene) terdiri dari 2 sabun mandi per paket; 1.820 Paket perlindungan (shelter) terdiri dari 2 selimut dan 1 tikar plastik per paket.

Rencana Kedepan
Bekerjasama dengan lembaga donatur, ACF Indonesia kini tengah mengajukan proposal pemberian bantuan lanjutan untuk total sekitar 12.000 orang dari jumlah yang dibantu sekarang di wilayah yang sama. Selain meneruskan pemberian paket diatas (ditambah sabun cuci, desinfectan, dan sarung), ACF Indonesia juga berencana memberikan bantuan air minum dan kebersihan (hygiene) secara luas berupa:
1. Pendirian 24 titik distribusi air minum yang akan disuplai truk air (60m3/d);
2. Penyediaan WC darurat (tergantung kesediaan);
3. Pembangunan 14 dapur umum;
4. Pengaturan pembuangan sampah melalui pemberian tempat sampah dan pengambilan sampah, untuk sekitar 14.000 orang.

Tim ACF juga telah melakukan koordinasi di tingkat RT dan RW.Barang-barang bantuan yang dibutuhkan diambil dari stok ACF atau dibeli dari pasar lokal.

Penulis : Rayendra Thayeb (HoM Assistant)
Penerjemah : Erma Maghfiroh

Baca selengkapnya